Larangan Penjualan Bensin Malaysia Eceran Di Pulau Sebatik, Menjadi Dilema Warga Perbatasan RI – Malaysia

oleh
oleh

NUNUKAN – Masyarakat Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara, mulai mengeluhkan sulitnya mendapat bahan bakar minyak jenis bensin, pasca keluar Surat Edaran dari Polsek Sebatik Timur, Nomor : B/79/Reskrim/Polsek/Sebatik Timur/Polres Nunukan/Polda Kaltara, tentang imbauan dan larangan menjual/membeli minyak (Bensin) Malaysia sejak beberapa hari terakhir.

Polisi, mengultimatum, paling lambat Rabu (10/7/2024), para penjual bensin Malaysia eceran, menyetop penjualan.

Jika tidak diindahkan, maka polisi akan menyita bensin eceran yang diperdagangkan di sepanjang jalan di Pulau Sebatik.

‘’Susahnya kita cari bensin Malaysia sekarang. Saya dapat di kios yang jauh dari rumah. Beli lima liter saja, hampir habis seliter bensin motorku,’’ ujar Unding, salah satu warga Sebatik, saat ditemui.

Unding mewakili sejumlah warga lain yang sedang kesulitan mencari BBM Malaysia. Kebetulan pada hari ini, stok BBM di beberapa APMS sedang kosong, dan kapal pengangkut baru akan datang malam nanti.

‘’Sudah pernah juga ada larangan begini di awal 2023 dulu. Maksud kami itu, pastikan dulu BBM Indonesia tersedia stoknya di APMS, baru bolehlah ada larangan begini,’’ keluhnya.

‘’Kalau belum ada barangnya seperti sekarang ini, kita mau melaut terkendala. Mau pergi kebun, motor tidak ada bensin. Susah kita semua ini,’’ tambahnya.

STOK BELUM MENCUKUPI

Tokoh masyarakat dan Anggota DPRD Nunukan, Andre Pratama, mempertanyakan kebijakan yang dikeluarkan Polisi atas pelarangan BBM Malaysia di Pulau Sebatik.

Ia mengatakan, yang dirugikan dari kasus penjualan bensin eceran di Pulau Sebatik, bukan Indonesia, tetapi Malaysia.

‘’Itu bensin yang dijual eceran sebenarnya subsidi Pemerintah Malaysia yang dinikmati warga Sebatik. Harusnya yang melarang itu Malaysia, bukan kita,’’ kata dia.

Munculnya larangan penjualan bensin eceran Malaysia, seharusnya seiring dengan ketersediaan stok BBM di perbatasan Negara ini.

Pada faktanya, pasokan BBM dalam negeri, belum bisa mencukupi kebutuhan warga Sebatik.

Sehingga, sangat tidak elok bila kebijakan diberlakukan setengah-setengah.

‘’Lakukanlah kebijakan kepada masyarakat itu dengan tuntas, dari hulu ke hilir. Hulunya sediakan dan tambah kuota BBM untuk Sebatik, sedangkan hilirnya, setop BBM dari Malaysia,’’ tegasnya.

Jika ketersediaan stok belum bisa menjamin kebutuhan warga perbatasan, alangkah bijaknya apabila hal ini, tetap dianggap sebagai kearifan warga perbatasan.

Karena sejak dahulu kala, bukan hanya BBM, kebutuhan pokok warga Pulau Sebatik, masih bergantung dengan Malaysia.

‘’Jadi kita harus tahu dulu, apakah ini  berdampak positif untuk masyarakat atau tidak. Kalau tidak berdampak positif, saran saya, mending tidak usah dilaksanakan,’’ kata Andre.

DILEMATIS

Kapolsek Sebatik Timur, AKP. Wisnu Bramantyo, mengakui, pada dasarnya, kebijakan larangan penjualan bensin eceran Malaysia, menjadi sebuah dilematis.

Akan tetapi, menjamurnya bensin eceran Malaysia, selalu dikeluhkan pemilik APMS, yang terus menerus mengadu dan meminta ketegasan Polisi dengan dalih pihak APMS sanggup mencukupi stok BBM di Pulau Sebatik.

‘’Jadi sementara ini kami baru keluarkan ultimatum untuk tidak menjual bensin Malaysia. Secara kasat mata, siapa yang berani membenarkan (menjual bensin eceran Malaysia). Saya sampaikan, kami yang jadi sasaran keluh kesah pemilik APMS. Makanya, kami tidak langsung represif, tapi persuasive. Karena saya yakin akan banyak benturan nanti,’’ jelas Wisnu.

‘’Saya sempat telepon juga ke pengusaha APMS. Imbauan sudah berjalan, kenapa APMS ada yang tutup karena barangnya habis. Mereka menjawab, malam ini kapal yang memuat BBM datang. Ini salahnya, imbauan jalan, APMS ternyata belum siap sepenuhnya,’’ kata Wisnu lagi.

Dari awal, Wisnu sudah mewanti-wanti para pengusaha APMS di Sebatik untuk menjamin stok BBM lokal.

 

Dengan adanya jaminan tersebut, imbauan akhirnya dibagikan kepada sekitar 170 kios yang menjual bensin Malaysia eceran.

Imbauan diperkuat dengan dasar hukum Pasal 56 UU Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas. ‘Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah, akan pidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan paling tinggi Rp 60 miliar’.

Dan berdasar Pasal 102 huruf (a) UURI Nomor 17 Tahun 2006, tentang perubahan atas UU Nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan, yaitu ‘setiap orang yang mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest. Akan dipidana penjara selama 10 tahun dan denda, paling sedikit Rp 50 juta, paling banyak Rp 5 miliar.

Wisnu menambahkan, warning ini, seharusnya menjadi bahan pemikiran para stake holder untuk merumuskan solusi menjamurnya bensin Malaysia yang dijual secara eceran.

Warga Sebatik, mengambil BBM di Malaysia dengan jerigen yang tidak masuk manifest kapal, dengan alasan dari dulu hal tersebut berlaku.

BBM tersebut, dijual dengan harga eceran Rp 10.000 per botol, sama dengan harga bensin di APMS, yang dibanderol Rp 10.000/liter.

‘’Ketika Pulau Sebatik semakin banyak BBM Malaysia, kuota dari BBM lokal tidak akan bisa bertambah. Kalau sudah ketergantungan dengan BBM Malaysia, dan suatu saat terjadi pengetatan wilayah, warga Pulau Sebatik akan kebingungan mendapat BBM. Itu yang perlu difikirkan,’’ tegas Wisnu. (Sunber Kabar Nunukan)